MEGA PROYEK PILKADA
Oleh : Syamsul Bahri, S.E
Email : syamsul_12@yahoo.co.id
Produk sebuah reformasi di Indonesia antara lain adalah otonomi daerah serta Pemilihan secara langsung, baik legeslatif maupun Presiden dan wakil serta Kepala Daerah, yang memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan proses demokrasi dan melindungi dan mesejahterakan masyarakat, baik keamanan, ekonomi, pendidikan dll.
Payung hukum dari hal tersebut diatas, adalah salah satu UU No. 32 Tahun 2004, yang mencerminkan sebuah negara demokrasi terbesar di Dunia, dimana, seyogyannya kekuasaan rakyat menjadi kekuasaan dominan dan suara rakyat menjadi suara yang menentukan arah pembangunan, baik melalui penentuan legeslatif maupun Presiden dan Wakil serta Kepala Daerah (Pasangan Gubernur, pasangan Bupati)
Kalau kita cermati Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, sebagai implementasi dari UU No. 32 Tahun 2004, sesuai dengan data, pelaksanaan PILKADA tahun 2007, justru banyak meninggalkan persoalan yang mendasar, antara lain Pemimpin daerah belum menjadi pilihan rakyat, terjadi konflik dan penolakan dll. Hal ini merupakan sebuah cermin bagi PILKADA di Propinsi Jambi, sesuai data penyebab tersebut lebih disebabkan money politik dan black campegne
Bahkan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengatakan “Jika pada pembahasaan naskah akademik UU No 32 Tahun 2004, polemik terkait pertanyaan apakah pilkada langsung dapat meredam politik uang selama 2001-2004, kini debat terarah pada mahal dan rendahnya kualitas pilkada. Maka beliau mengusulkan agar pilkada dihapus (Kompas, 26/1/2008).
Banyaknya gugatan pilkada di Indonesia bermula dari data kependudukan yang tidak valid. Demikian pula, rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap esensi pilkada, yang keluar dari tujuan UU No.32 tahun 2004 menyebabkan praktik politik uang dalam pilkada. Khusus untuk Indonesia, problem pilkada diperberat kualitas partai politik dan aktor politik yang tidak memadai, ketidak netralitas penguasa, dendam politik, black compigne. Kasus Pilkada Malut dan Sulsel menunjukkan betapa sulitnya menghasilkan pilkada berkualitas dan diterima semua pihak
Pilkada di Indonesia merupakan pesta akbar dan harus dibiayai secara khusus, mulai dari pendaftran pemilih yang sering tidak valid, pengadaan barang dan jasa untuk pencoblosan yang berulang tiap pemilihan, sampai kampanye jorjoran yang dilakukan parpol dan calon. Dengan kata lain, pilkada beririentasi pada ”Mega proyek”, harus dibiayai anggaran besar pula, yang menimbulkan inefisiensi terjadi dalam paradigma proyek pilkada, bahkan yang balon juga jor-joran untuk membeli dan mendapat suara pemilih, tentunya calon yang punya modal dan sponsor, kondisi ini sangat sulit untuk melahirkan pemimpin pilihan masyarakat.
Logika berpikir yang berorientasi pada mega proyek dalam pilkada ini tidak saja merasuki pemikiran penyelenggara pilkada, tetapi juga partai politik, aktor politik, calon kepala daerah, birokrasi di pusat dan daerah, serta masyarakat pemilih. Proyek ini berlanjut sampai esensi dan tujuan kemenangan pilkada. Tidak heran jika partai politik dan aktor politik rela mengeluarkan miliaran rupiah untuk dapat mengikuti kompetisi pilkada.
Uang ini digunakan mulai dari menentukan parpol pengusung (beli perahu), kampanye besar-besaran untuk mendongkrak popularitas calon, sampai upaya mempengaruhi pilihan masyarakat. Tentu saja tidak ada yang gratis dalam pesta akbar pilkada. Biaya yang dikeluarkan ini harus diganti oleh uang rakyat dalam APBD melalui arisan proyek bagi investor politik yang ikut membiayai pilkada. Jadi, apa yang dicemaskan banyak pihak tentang mahal pilkada mendekati kebenaran. Pilkada bukan hanya mahal dari sisi biaya penyelenggaraan yang harus ditanggung APBD, tetapi juga mahal dari ongkos yang harus dibayar masyarakat dalam arisan proyek bagi investor politik. Cukup valid untuk mengatakan pilkada langsung memboroskan uang negara dan belum memberi hasil optimal
Walaupun saat ini, PILKADA wilayah Propinsi Jambi tahun 2008(Kota Madya Jambi, Kabupaten Merangin, dan kabupaten Kerinci) dimana arus perubahan yang merupakan arus besar saat ini, yang merupakan refleksi dari peta politik Nasional, yang mengarah untuk menginginkan pimpinan non Incumbent dan 4 L, menjadi bagian yang tak terpisahkan dan menjadi bagian dari politik daerah saat ini.
Maka untuk PILKADA wilayah Propinsi Jambi, dengan melihat dan bercermin pada pelaksanaan PILKADA di berbagai daerah, yang membuah hasil Pemimpin yang bukan menjadi Pilihan Rakyat, karena proses Pemilihan lebih cenderung money politik dan black compagne disamping ketidak netralitas penguasa, menjadi bagian permaslahan PILKADA tahun 2007, sehinga akan melahirkan sebuah program yang belum memihak pada kepentingan rakyat
Dengan bercermin dari hal tersebut diatas, bahwa permaslahan Pilkada tahun 2007 disebabkan (1) Money Politik, (2) Black Compagne, (3) Ketidak Netralitas Pelaksanan dan Penguasa, (4) data penduduk yang tidak valid. Sehingga Pelaksanaan Pilkada di Wilayah Propinsi jambi tahun 2008, hendaknya tidak bercermin di Kaca Retak
Kondisi itu sudah tercermin, bahwa curi star dan memanfaatkan jabatan dalam kepemerintahan (tentunya dengan segala fasilitas) telah berjalan dengan tanpa rasa malu, walaupun berbagai kedok, serta ambisius untuk mendapatkan jabatan sebagai Bupati/wali kota, hal dapat dilihat semua partai baik yang lulus election threshold maupun yang tidak lulus, para balon tersebut mendaftar, seakan-akan ingin menguasai semua partai “perselingkuhan dalam Partai Politik” menjadi bagian yang biasa, walaupun secara moral perselingkuhan itu tida dibenarkan
Oleh sebab itu, marilah kita atau tokoh-tokoh yang masih memiliki hati nurani untuk membangun demokrasi dan memilih pemimpin yang menjadi pilihan rakyat, serta pemimpin yang berfikir dan bekerja untuk rakyat, tentunya pemimpin yang tidak ambisius, tidak money politik, tidak memiliki rasa dendam kepada rezim terdahulu, pemimpin yang memiliki pengalaman baik nasional dan Internasional dan enterpteneur menjadi bagian dari tanggung jawab kita untuk menyampaikan kepada masyarakat, agar tercipta pemimpin yang menjadi pilihan rakyat, yang akan mengiplementasikan visi dan misi sesuai dengan kondisi di tengah masyarakat, tidak menciptakan angka prestasi stitistik diatas penderitaan rakyat.
DPRD Kerinci Pangil PDAM Tirta Sakti Kerinci
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar