Selasa, 03 Juni 2008

BBM Naik Harga, Minyak Tanah Menghilang dan Gas Habis !capek dech...

Inilah petaka tinggal di negeri yang kebijakan publiknya diambil dari balik kaca mobil mewah atau didalam ruang ber AC yang mewah. Maksudnya baik tapi cara dan mekanismenya diabaikan. Tujuannya baik tapi realisasinya jauh dari memadai.

Pemerintah bilang kalau BBM perlu dinaikkan daripada pemerintah harus memberikan subsidi pada orang kaya. Logical fallacies malu-malu kucing padahal jauh lebih mudah bilang kalau harga BBM di dunia memang naik dan kita terpaksa ikut naik harga. OK, sebagai rakyat kita manut pada pemerintah. Banyak dari kita yang mungkin menjerit atau frustasi pada penurunan daya tahan ekonomi dan finansial tapi sebagian besar dari kita menerimanya. Ada yang karena paham ada juga yang terpaksa. Tak usah kecewa, menjadi rakyat di negeri ini tidak perlu memikirkan hak. Lakukan kewajiban, soal hak entahlah,kapan-kapan.

BBM naik dan BLT disiapkan. Tapi apa lacur, oh ternyata data yang dipakai adalah data tahun 2005. Jika data tahun 2005 membuat sebagian aparat desa terpaksa perang dengan warganya, bagaimana dengan sekarang saat tahun 2008. Bagaimana jika BLT salah sasaran ? Bagaimana jika orang yang sudah meninggal masih tercantum dalam daftar ? Seberapa berani Mensos Bachtiar Chamsyah menjamin, "BLT tidak akan salah sasaran !"

Lain BBM, lain lagi soal minyak tanah. Sudah harganya mahal, menghilang pula. Sebagian karena memang persediaan tidak ada dan sebagian lagi karena pemerintah meluncurkan program konversi minyak tanah ke gas. Tidak boleh lagi ada rakyat yang pakai minyak tanah. Lebih baik pakai gas karena gas masih berlimpah.

But, what the h**l. Kini giliran gas yang menghilang. Saya perlu berkeliling ke tiap toko dan warung hanya untuk mendapati puluhan tabung gas kosong. Ini pukulan kedua setelah pukulan pertama naiknya harga tabung.

Kalau pakai minyak tanah dilarang sedangkan gas malah menghilang, masya kita kembali ke kayu bakar ? Masya harus menggunakan parafin untuk memasak nasi ?

Pemerintah, dengan ratusan ribu hingga jutaan PNS sebenarnya memiliki sumber daya yang sangat cukup untuk membalikkan keadaan tapi sepertinya tidak ada niat kearah sana. Lebih banyak yang cari selamat sendiri-sendiri.

Rakyat Indonesia itu rakyat yang sangat mudah dipimpin sebenarnya. Seberapapun sulitnya keadaan, banyak dari rakyat Indonesia yang tetap bisa bertahan. Tinggal sekarang pemimpinnya punya niat serius atau tidak untuk memperbaiki keadaan. Jangan sampai timbul pemikiran, kita punya urusan dengan pemerintah kalau berkenaan dengan kewajiban saja.


di copas dari http://www.vavai.com

1 komentar:

  1. BLT Tak Mendidik Masyarakat untuk Mandiri


    Padang (ANTARA News) - Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang direncanakan pemerintah akan diumumkan pada akhir Mei 2008 setelah kepastian kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, tidak mendidik masyarakat untuk mandiri.

    Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) Sumbar, Drs. Dahnil Aswad, Msi, mengatakan, di Padang, Selasa, BLT tidak mendidik masyarakat miskin dan hampir miskin, karena akan cenderung malas dan selalu berharap bantuan dari pemerintah.

    Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan, BLT selesai dirumuskan dan siap disalurkan, bersamaan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijadwalkan diumumkan akhir Mei.

    Pemerintah berencana memberikan BLT sebesar Rp100.000 per bulan kepada 19,1 juta keluarga miskin begitu harga BBM dinaikkan.

    Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan komoditas pangan berupa minyak goreng dan gula. Bantuan ini akan berlangsung setidaknya selama satu tahun.

    Menurut Dahnil, memberikan BLT sebesar Rp100 ribu/bulan untuk 19,1 juta KK miskin di negeri ini, bukan merupakan solusi dalam mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat, akibat kenaikan harga BBM.

    BLT tak kurangi kemiskinan hanya untuk menenangkan masyarakat

    Sebab, belajar dari pengalaman kenaikan BBM pada 2005, pemberian BLT tidak mengurangi angka kemiskinan, malah penyalurannya cenderung tidak tepat sasaran.

    Dia menilai, pemberian uang Rp100 ribu/bulan, hanya untuk menenangkan masyarakat dari gejolak kenaikan harga BBM, karena sampai kapan pemerintah sanggup memberi bantuan itu.

    Seharusnya, kata Dahnil, pemerintah sebelum menaikkan harga BBM memperbanyak membuka kesempatan kerja dan membangun kemandirian masyarakat miskin dengan pemupukan modal usaha.

    Meringankan APBN semata-mata dengan menaikkan harga BBM? Non sense.

    Selain itu, pemerintah juga bisa mengefisienkan pembangunan fisik, guna meringankan beban APBN dan tidak semata dengan cara menaikkan harga BBM.

    Lebih jauh Dahnil mengatakan, selama ini, pemerintah selalu menghimbau masyarakat bisa hidup mandiri dan tidak jadi bangsa pemalas serta mencintai produk dalam negeri.

    Semestinya, gerakan mencintai produk dalam negeri di mulai dari pejabat pemerintah dan tidak hanya ditujukan pada masyarakat.

    Misalnya, lanjut Dahnil, kalau pemerintah mencintai produk dalam negeri, jauh hari sebelum rencana menaikan harga BBM sudah dilakukan langkah-langkah pengurangan ekspor minyak mentah, sehingga harga sejumlah kebutuhan dalam negeri bisa terkendali.

    "Jika harga BBM naik akhir Mei, sejumlah produk dan kebutuhan lainnya akan meroket dan jelas akan memberatkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah," kata Dosen Universitas Bung Hatta itu.

    BalasHapus